Blog Guru Nusantara

Komunitas Guru Sekolah Dasar

Berbagi dan bermanfaat

Komunitas Guru SD Nusantara

Blog Gutu Nusantara

semangat Mengabdi, Semangat Berbakti.

Minggu, 24 April 2022

Koneksi Antar Guru Penggerak Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

 

Koneksi Antarmateri

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Oleh: SETYA RISTANTO, S.Pd.

CGP Angkatan 4 Kab. Magetan

·        Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Filosofi Pratap Triloka khususnya ing ngarso sung tuladha memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. yang pertama ingarso Sung tulodo yang berarti bahwa di depan dapat memberikan teladan yang baik bagi murid-muridnya, rekan sejawat maupun anggota masyarakat. Oleh karena itu dalam mengambil suatu keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran guru harus terlebih dahulu menganalisis dan mempertimbangkan matang-matang karena segala keputusan yang diambil akan menjadi contoh bagi murid – murid, rekan sejawat dan anggota masyarakat. 

Yang kedua ing Madyo Mangun Karso yang artinya ditengah dapat membangun karsa atau kemampuan atau semangat. Oleh karena itu guru harus mampu mengambil keputusan-keputusan yang berpihak kepada murid dan dapat membangkitkan Karsa semangat dan kemampuan murid-muridnya.

Yang terakhir  Tut Wuri Handayani yang berarti di belakang dapat memberikan dorongan kinerja pada murid agar dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya ini berarti bahwa guru harus mampu mengambil suatu keputusan terkait proses pembelajaran dan kegiatan sekolah yang dapat mendorong kinerja murid agar dapat berkembang sesuai dengan minat, profil dan kesiapan belajarnya 

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Menurut pendapat saya nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang guru sangatlah berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang diambilnya dalam suatu pengambilan keputusan. Ada tiga prinsip pengambilan keputusan yang pertama adalah Rule-based Thinking atau pemikiran berbasis peraturan yang kedua End-based Thingking atau pemikiran berbasis hasil akhir dan yang ketiga adalah Care-based Thingking atau pemikiran berbasis rasa Peduli. Rule-based Thinking biasanya diambil oleh orang-orang yang mengedepankan intuisi, kejujuran, aturan atau suatu prinsip yang mendalam. End-based Thingking biasanya diambil oleh orang-orang yang mengutamakan nilai-nilai agama, penghargaan akan kehidupan, masa depan dan kepentingan orang banyak. Sementara itu Care-based Thingking biasa diambil oleh orang-orang yang mengutamakan rasa kasih sayang, cinta, toleransi, kesetian dan  empati. Selain itu, Dalam pengambilan suatu keputusan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita. Nilai-nilai bagaikan gunung es yang hanya terlihat kecil dipermukaan air tetapi merupakan bagian yang besar di dalam alam bawah sadar kita. Maka penting untuk memupuk nilai-nilai positif dalam diri kita yang nantinya akan menjiwai setiap keputusan yang kita ambil.

  • Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Coaching adalah keterampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Dengan langkah coaching TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching TIRTA sangat ideal apabila dikolaborasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap keputusan yang kita ambil. selanjutnya Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping praktik dan fasilitator telah membantu saya berlatihnya evaluasi keputusan yang telah saya ambil. Apakah keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid, sudah sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan apakah keputusan yang saya ambil tersebut akan dapat saya pertanggung jawabkan.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik.

Pada pembahasan studi kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika diperlukan kesadaran diri atau self awareness dan keterampilan berhubungan sosial untuk mengambil keputusan. Kita dapat menggunakan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan terutama pada uji legalitas untuk menentukan apakah masalah tersebut termasuk bujukan moral yang berarti benar vs salah ataukah dilema etika yang merupakan permasalahan benar vs benar. Apabila permasalahan yang dihadapi adalah bujukan moral maka dengan tegas sebagai seorang guru, kita harus kembali ke nilai-nilai kebenaran. Maka Menurut pendapat saya seorang pendidik yang telah memiliki nilai-nilai guru penggerak yakni mandiri, inovatif kolaboratif, reflektif dan berpihak kepada murid akan mampu mengambil suatu keputusan yang juga berpihak pada murid yang sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan. Akan tetapi jika seorang guru belum memiliki nilai-nilai seorang guru penggerak atau telah kehilangan idealismenya sebagai seorang guru maka keputusan yang diambil akan cenderung digunakan untuk mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan seringkali berorientasi pada materi dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Sebuah pengambilan keputusan yang baik dan tepat tentunya harus dilakukan secara bertahap dan menganalisis terlebih dahulu berbagai aspek yang pertama yang harus dipertimbangkan adalah empat paradigma Dilema etika. Kita harus melihat terlebih dahulu paradigma dilema etika apa yang sedang terjadi? Apakah paradigma Dilema etika individu melawan masyarakat, rasa keadilan melawan rasa kasihan, kebenaran melawan kesetiaan, atau jangka pendek melawan jangka Panjang. Kita juga harus melihat misi pengambilan keputusan yang paling tepat. Apakah Rule-based Thingking, Apakah End-based Thingking dan apakah Care-based Thingking. Selanjutnya keputusan tersebut haruslah diambil dengan menggunakan langkah-langkah pengambilan keputusan. Selanjutnya dapat pula kita menggunakan pendekatan Inkuiri Apresiatif BAGJA untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik

  • Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Dalam kasus dilema etika, pada dasarnya apapun keputusan yang kita ambil dapat dibenarkan secara moral. Akan tetapi perlu memperhatikan prinsi-prinsip dalam pengambilan suatu keputusan. Kita harus berfikir hasil akhir dari keputusan kita yang sesuai dengan prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end based thinking), kita juga harus melihat peraturan yang mendasari keputusan yang kita ambil (berpikir berbasis peraturan-rule based thinking) serta kita harus menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sesuai dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care based thinking). Hal lain tak kalah pentingnya yaitu kesulitan muncul karena masalah perubahan paradigma dan budaya sekolah yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Diantaranya adalah sistem yang kadang jika memaksa guru untuk memilih pilihan yang salah atau kurang tepat dan tidak berpihak kepada murid. Hal lainnya tidak semua warga sekolah berkomitmen tinggi untuk menjalankan keputusan Bersama. Selanjutnya keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan keputusan.

  • Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Merdeka belajar merupakan tujuan akhir dari pembelajaran yang kita lakukan. Merdeka belajar berarti siswa bebas untuk mencapai kodrat alamnya (mengembangkan potensinya) tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Siswa juga dapat mencapai kebahagiaannya sesuai dengan potensi yang dia miiki. Maka keputusan yang kita ambil tidak boleh merampas kebahagiaan siswa dan juga merampas potensi yang dimiliki siswa. Dan kembali lagi, semua tergantung kepada keputusan seperti apa yang diambil, apabila keputusan tersebut sudah berpihak kepada murid dalam hal ini tentang metode yang digunakan oleh guru, media dan sistem penilaian yang dilakukan yang sudah sesuai dengan kebutuhan murid, maka hal ini akan dapat memerdekakan murid dalam belajar dan pada akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Guru adalah pemimpin pembelajaran sebagai pamong yang diibaratkan seorang petani yang menyemai benih. Benih tersebut dapat tumbuh subur apabila dirawat, dan dijaga dengan baik. Demikian juga dengan murid, seorang guru bertanggungjawab untuk mengembangkan potensi yang dimiliki murid sebagaimana petani yang menyemai benih untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga setiap keputusan guru akan berpengaruh pada masa depan murid. Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan dating. Demikian sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana maka bisa jadi berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid. Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

  • Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimplan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya adalah :

  1. Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.
  2. Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).
  3. Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.
  4. Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkan pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.
  5. kewajiban seorang guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan semata. Hal yang terpenting adalah bagaimana membantu murid untuk menyadari mengapa suatu pengetahuan itu penting bagi mereka serta bagaimana mereka akan dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan nyata untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan bagi diri dan lingkungannya

Sabtu, 09 April 2022

Saatnya kita beralih ke Keyakinan Kelas

Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja? Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?” Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk ‘keselamatan’. Pertanyaan berikut adalah, “Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?” Mungkin jawaban Anda adalah “untuk kesehatan dan/atau keselamatan”. Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan. Murid-murid pun demikian, mereka perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Pembentukan Keyakinan Kelas:

  •  Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. 
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu

Berikut ini Foto penerapan pembuatan Kesepakatan Kelas 6 SDN Gonggang 3









 

Budaya positif Penerapan segitiga restitusi


Budaya Positif 

Budaya positif perlu dikembangkan di sekolah. Kita dapat melihat mutu sebuah sekolah dilihat dengan budaya positif yang dikembangkan oleh seluruh warga sekolah. Budaya positif merupakan nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang terbentuk dalam jangka waktu yang lama, terlihat dari sikap keseharian seluruh elemen sekolah yang berpihak pada murid sehingga mereka dapat berkembang. Dengan demikian Profil Pelajar Pancasila dapat terwujud. Terwujudnya Profil Pelajar Pancasila maka peran pendidik adalah sebagai penuntun untuk menciptakan kondisi pembelajaran dan lingkungan sekolah yang berpihak pada murid, membahagiakan dan menggembirakan mereka.

Dalam menerapkan budaya positif sekolah, maka peran guru penggerak sebagai agen perubahan dalam sebuah ekosistem pendidikan yang berpihak pada murid. Dengan berkolaborasi Bersama seluruh komponen sekolah untuk mewujudkan visi sekolah melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan Langkah-langkah BAGJA.

Untuk mewujudkan budaya positif sekolah langkah awal dengan membangun budaya positif di kelas dengan membuat kesepatan kelas (keyakinan kelas) dengan melibatkan murid. Hasil keyakinan kelas diwujudkan dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab oleh seluruh warga kelas.

Apabila budaya positif kelas telah menjadi sebuah pembiasaan secara konsisten bagi seluruh warga sekolah, maka suasana pembelajaran yang menyenangkan, nyaman dan gembira akan terwujud.

Budaya Positif Sekolah merupakan nilai-nilai positif yang diterapkan di sekolah untuk menumbuhkan motivasi intrinsiK pada diri siswa yang bertanggungjawab dan berbudi pekerti luhur sehinggga dapat terwujud profil pelajar pancasila. Kualitas suatu sekolah juga dapat dilihat dari  budaya positif yang tumbuh dan kembang di suatu sekolah.

Budaya Positif di suatu sekolah dapat membantu pencapaian visi sekolah. Untuk tercapainya sebuah visi sekolah, Guru memiliki peran penting. Karena Guru sebagai ujung tombak pencapaian visi sekolah dan kualitas dari sekolah.

Guru penggerak merupakan pembelajara yang mendorong tumbuh kembang anak secara holistic, aktif, berpusat pada murid, menjadi teladan dan sebagai agen transformasi ekosistem pendidikan guna tercapainya profil pelajar pancasila. Maka dari itu Guru penggerak merupakan Garda terdepan dalam menciptakan budaya positif di sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan positif, penerapan disiplin positif, mengetahui kebutuhan Dasar manusia, motivasi perilaku manusia, keyakinan kelas, posisi control dan segitiga restitusi.

Berikut ini contoh penerapan segitiga restitusi di SDN Gonggang 3, silahkan dilihat


 

Rabu, 06 April 2022

AKSI NYATA CALON GURU PENGGERAK MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK

 

AKSI NYATA MODUL 1.3

VISI GURU PENGGERAK

Oleh

SETYA RISTANTO, S.Pd.

CGP ANGKATAN 4 KABUPATEN MAGETAN

Latar Belakang

Prinsip IA dan ajaran filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang merdeka belajar dan percaya bahwa setiap murid memiliki potensi untuk melakukannya.  Dalam hal ini, guru memahami bahwa murid memiliki potensi yang sama tingginya. Tugas guru adalah memfasilitasi murid untuk menunjukkan potensi terbaiknya.

Dewasa ini, banyak pembelajaran yang tidak sesuai dengan keinginan siswa. Banyak hal yang mempengaruhi antara lain  suasana kelas, metode mengajar guru,  hubungan guru dan siswa. Pendidik lebih sering menyampaikan pembelajaran dengan cara ceramah tanpa diselingi hal-hal yang menarik dan cenderung membosankan. Hal ini membuat perilaku siswa menjadi buruk seperti tidur di dalam kelas, bercerita dengan teman sebangku, menggambar, dan perilaku lainnya. Kita sebagai  guru  tentunya tidak ingin melihat siswa- berperilaku seenaknya saat kegiatan belajar mengajar.

Selain hal tersebut Sebagai seorang CGP, visi ke depan tentu harus berpihak pada murid. Selain itu, juga harus menyesuaikan dengan kodrat zaman anak. Tentunya dengan memperhatikan kekuatan dan potensi yang dimiliki murid saat ini. Pengenalan kekuatan dan potensi murid akan memudahkan seorang CGP dalam membentuk ekosistem pembelajaran yang mendukung tumbuh kembang mereka. Oleh karena itu visi guru penggerak hendaknya memiliki keterkaitan antara kodrat anak dengan peran sebagai guru penggerak dalam ekosistem pembelajaran. Sebagai seorang CGP Visi saya yaitu “ Mewujudkan Pembelajar Berkarakter Kuat dan Berbudaya dalam Lingkungan Belajar yang Berpihak Kepada Murid”. Yang pada akhirnya guna mencapai Profil Pelajar Pancasila.

Inilah yang mendorong saya membuat aksi nyata dengan  melibatkan siswa dalam proses perencanaan belajar mengajar  dengan harapan mereka merasa bertanggung jawab terhadap pembelajaran yang dilaksanakan dan terwujudnya murid yang memiliki Profil Pelajar Pancasila

Tujuan

1.   Kelas  belajar yang menarik

2.   Siswa bersemangat dan perasaan gembira

3.   Membangkitkan minat belajar

4.  Terwujudnya siswa yang memiliki karakter kuat dan berbudaya

Deskripsi Aksi Nyata

Aksi nyata yang saya lakukan yaitu menciptakan suasana kelas sesuai yang dinginkan murid dengan melakukan diskusi di kelas dengan topik bagaimana membuat suasana belajar mengajar menjadi lebih baik. Kegiatan ini saya lakukan pada semester ganjil  pada kelas  6 SDN Gonggang 3 tahun ajaran 2021-2022.

Sebelum melaksanakan aksi nyata, saya  terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kepala Sekolah sehubungan kegiatan  yang akan melibatkan siswa secara langsung di sekolah. Disamping itu komunikasi dengan orang tua siswa sebelum kehadiran siswa di sekolah.

Langkah yang kita lakukan dalam rangka membuat suasana belajar mengajar menjadi lebih baik adalah diskusi dengan siswa. Dalam diskusi ini siswa berkesempatan untuk mengemukakan pendapat masing masing untuk membuat suasana belajar mengajar  menjadi lebih baik. Ada bermacam macam hal yang diutarakan siswa. Dari beberapa pendapat siswa, kita kerucutkan menjadi:

1. Membuat suasana ruangan berbeda

Dalam hal ini siswa menginginkan untuk mengubah posisi tempat duduknya. Selama ini kursi siswa disusun berjajar membentuk persegi, dan meja guru di depan. Siswa ingin tempat duduk bagian tepi kanan dan kiri berhadapan, bagian tengah menghadap ke depan.Selain itu siswa ingin mempercantik kelas dengan menambah hiasan pada dinding kelas.

2. Menginginkan pembelajaran menyenangkan

Untuk hal ini, kita kembalikan ke masing masing guru yang mengajar karena tiap guru mempunyai cara dan strategi tersendiri, tetapi setidaknya ada masukan bagi rekan guru untuk kedepannya dengan memperhatikan keinginan siswa dan kita berusaha untuk mewujudkannya.

Kegiatan aksi nyata lainnya yang dilaksanakan adalah kegiatan peduli Semeru. Pada saat melaksanakan aksi nyata ini sedang terjadi peristiwa meletusnya gunung semeru. Pada saat berkomunikasi dengan siswa dan bercerita tentang kejian meletusnya gunung semeru, terbesitlah ide untuk melakukan penggalanagan sumbangan terhadap korban Gunung Semeru. Hingga muncullah kesepakatan untiuk melakukannya. Pada hari itu Guru memebimbing siswa untuk merencanakan kegiatan, dimulai dengan memberikan informasi kepada seluruh siswa SDN Gonggang 3 bahwa besok mempersiapakan dana sumbangan peduli korban bencana Gunung semeru. Dan Pada esoknya Kegiatan itu dilaksanakan dengan Siswa Kelas 6 sebagai koordinatornya. Dan kegiatan dapat terlakasana dengan baik.

Hasil dari Aksi Nyata

Kegiatan aksi nyata melalui  Menciptakan suasana kelas sesuai yang dinginkan murid dengan melakukan diskusi di kelas dengan topik bagaimana membuat suasana belajar mengajar menjadi lebih baik, membuat siswa merasa lebih diperhatikan, lebih dihargai dan diakui sebagai sosok yang berpendapat. Secara garis besar hasil yang didapat adalah :

1.   Suasana pembelajaran menyenangkan

2.   Menantang siswa untuk berkreasi secara aktif dalam pembelajaran

3.   Siswa mempunyai rasa percaya diri karena merasa dilibatkan.

4. Siswa memiliki jiwa Gotong Royong, kepedulian terhadapa Sesama

5. Siswa memiliki kepekaaan Sosial terhadap Korban bencana

6. Siswa memiliki Keimanan dan Ketaqwaan dengan ikut menyumbang korban bencana

Rencana perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang

\Selain ruang kelas yang aman, ruang kelas juga harus diciptakan sedemikian rupa sehingga nyaman untuk menjadi tempat belajar dan bermain. Dan yang utama kita akan selalu libatkan siswa dalam hal apapun dalam rencana dan proses pembelajaran untuk kebaikan bersama. Selain itu mendesain pembelajaran yangbmenyenangkan sangatlah penting. Hala lainnya juga yaitu melatih kepekaan social, gotong royong dan peduli dengan lingkungan perlu ditumbuhkan guna tercapainya profil pelajara pancasila. 

Lampiran Foto

Foto 1.  Penggalangan dana peduli korban bencana Semeru



Foto 2.  Penggalangan dana peduli korban bencana Semeru



Refleksi Terbimbing Calon guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif

 

Refleksi terbimbing Budaya Positif

 

A.    pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah Saya pelajari di modul ini diantaranya

Disiplin positif

Menenamkan motivasi untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya tanpa terpengaruh adanya hukuman dan hadiah sehingga berpengaruh pada motivasi instrinsik yang berdampak jangka panjang.

Posisi Kontrol

1.     Penghukum

2.     Pembuat orang merasa bersalah

3.     Teman

4.     Monitor/Pemantau

5.     Manajer

Kebutuhan Dasar manusia

1.     Kebutuhan Bertahan Hidup

2.     Cinta dan Kasih Sayang (Kebutuhan untuk Diterima)

3.     Penguasaan ( Kebutuhan Pengakuan atas kemampuan)

4.     Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)

5.     Kesenangan (Kebutuhan untuk Merasa Senang)

Keyakinan Kelas

1.     Keyakinan bersifat Abstrak, tidak detail seperti peraturan yang lebih rinci dan lengkap

2.     Keyakinan bersifat universal

3.     Keyakinan kelas dibuat dalam bentuk Positif

4.     Keyakinan tidak terlalu banyak dan bersifat positif

5.     Semua Warga kelas hendaknya semuanya berkontribusi

Segitiga restitusi

1.     Menstabilkan Identitas

2.     Validasi Tindakan yang Salah

3.     Menanyakan Keyakinan

Semua Materi dalam modul 1.4 tentang Budaya Positif sangat Menarik dan memiliki keterkaitan. Materi ini juga sangat penting untuk dikuasai oleh Guru supaya dapat menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif. Di Luar Dugaan saya adalah ada berbagai materi yang perlu saya pelajarai dan sangat bagus diterapkan di sekolah.

B.    Pengalaman Saya dalam menggunakan konsep-konsep inti  tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Saya adalah

1.     Membuat kesepatakan kelas di awal tahun pembelajaran

2.     Melakukan refleksi setiap selesai pembelajaran

3.     Melakukan evaluasi langkah berikutnya dalam pembelajaran

4.     Terus melakukan perbaikan ke arah kesepakatan kelas

 

C.    Sebelum mempelajari modul ini, Saya Pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid saya

Sebelum mempelajari modul ini, Saya pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid saya. Contoh pada saat siswa terlambat. Pertanyaan yang saya sampaiakan adalah Mengapa kamu terlambat?, kamu tadi Bangun Jam berapa? Tadi malam apa yang kamu lakukan? Konsesuensi apa yang harus kamu terima?

 

D.    Perubahan  apa yang terjadi pada cara berpikir Saya dalam menciptakan budaya positif di kelas adalah Untuk menciptakan budaya positif yang berpihak pada anak, maka saya sebagai guru harus memahami berbagai aspek seperti: disiplin positif, posisi control Guru, Motivasi, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas dan segitiga restitusi.

Saya mulai melakukan refleksi dan evaluasi yang sudah saya terapkan. Saya melakukan perubahan dan perbaikan sesuai dengan disiplin positif yang sudah saya pelajari untuk menciptakan budaya positif yang berpihak kepada murid.

E.     Pembelajaran modul ini sangat penting bagia saya. Dengan mengetahui dan mengaplikasikan budaya positif di lingkungan belajar saya, Semoga lingkungan belajar saya dapat membuat anak nyaman dan tumbuh kembang anak tersebut dapat tercapai dengan optimal. Sehingga anak dapat merdeka belajar.

 

F.     yang Saya bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan saya setelah Anda mempelajari modul ini adalah Saya mulai menerapkan budaya positif dengan memulai pada posisi control manajer, menerapkan keyakinan kelas, bijaksana dalam menyikapi kebutuhan dasar siswa dan mengarahkan ke hal yang positif hingga melakukan segitiga restitusi

 

G.    hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah Menjadi Teladan, Meningkatkan kemampuan supaya bisa menjadi guru yang menjadi teladan bagi siswa. Selain itu dengan melakukan pembiasaan atas budaya positif yang bisa menciptakan kebiasaan budaya positif.

H.    Langkah-langkah awal yang akan saya lakukan jika kembali ke sekolah/kelas saya setelah mengikuti sesi ini adalah Diskusi dan kolaborasi dengan siswa. Menentukan budaya positif yang sesuai dengan keyakinan kelas. Melakukan refleksi dan evaluasi untuk peningkatan.

 

Rancangan Aksi nyata Calon Guru Penggerak Modul 1.4 Budaya Positif

 

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA

Judul Modul     : Budaya Positif

Nama Peserta  : SETYA RISTANTO

Latar belakang :

Budaya Positif Sekolah merupakan nilai-nilai positif yang diterapkan di sekolah untuk menumbuhkan motivasi intrinsik pada diri siswa yang bertanggungjawab dan berbudi pekerti luhur sehinggga dapat terwujud profil pelajar pancasila. Kualitas suatu sekolah juga dapat dilihat dari  budaya positif yang tumbuh dan kembang di suatu sekolah.  Apabila budaya positif kelas telah menjadi sebuah pembiasaan secara konsisten bagi seluruh warga sekolah, maka suasana pembelajaran yang menyenangkan, nyaman dan gembira akan terwujud  Saya sebagai guru di SDN Gonggang 3, Poncol, Kab. Magetan, melakukan sosialisasi kepada kepala sekolah dan Guru sejawat tentang penerapan Budaya Positif di Sekolah.

Linimasa tindakan yang akan dilakukan :

·       Membuat Kesepakatan Kelas antara guru dan siswa kelas 6 SDN Gonggang 3

·       Melakukan tindakan restitusi terhadap pihak yang melanggar kesepakatan kelas

·       Melakukan refleksi dan evaluasi terhadap Kesepakatan kelas yang sudah disepakati 

·       Memberikan dan menjelaskan materi kepada teman sejawat dan kepala sekolah di SDN Gonggang 3, Poncol, Kab. Magetan. Saya memberikan penjelasan dengan cara presentasi di depan para  teman sejawat dan kepala sekolah di SDN Gonggang 3. Saya mempresentasikan satu persatu materi yang sudah saya dapat pada modul budaya positif ini. 

·       Memaparkan kegiatan yang sudah saya terapkan di kelas 6 dalam membuat kesepakatan kelas.

·       Melakukan Diskusi dengan rekan guru dalam penerapan Budaya positif

·       Melakukan dokumentasi berupa foto/ video.

·       Membantu rekan guru yang menerapkan Budaya Positif di Kelas.

Tujuan :

Adapun tujuan dalam tindakan aksi nyata ini adalah :

1.     Menerapkan budaya positif di kelas sehingga dapat menumbuhkan karakter baik pada siswa seperti mandiri, tanggung jawab, percaya diri, dan saling menghargai.

2.     Menjadi bekal pengalaman belajar bagi guru dan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

3.     Menciptakan  pembelajaran yang menyenangkan, nyaman, dan penuh makna.

4.     Adanya guru Sejawat yang juga menerapkan Budaya Positif Di kelasnya.

Tolok Ukur :

·       Adanya kesepakatan kelas / keyakinan kelas yang sudah dibuat dan dilaksanakan oleh murid kelas 6 SDN Gonggang 3.

·       Adanya peran serta aktif dari Guru dan Siswa dalam penyususnan kesepakatan Kelas

·       Adanya kesadaran dalam meyakini kesepakatan kelas

·       Dokumentasi berupa Foto dan video

Dukungan yang dibutuhkan :

Saya akan terlebih dahuku berkoordinasi dengan  teman sejawat dan kepala sekolah di SDN Gonggang 3 untuk melakukan presentasi materi budaya positif.

Bahan   : Materi budaya positif berupa PPT

Alat       : Laptop, proyektor, LCD, sound portable               

Tenaga : kepala sekolah , teman sejawat, murid, dan keluarga.

Semua alat dan Bahan sudah tersedia di SDN Gonggang 3. Jadi Saya vtinggal memanfaatkannya.

AKSI NYATA PENGELOLAAN PROGRAM BERDAMPAK PADA MURID

  SETYA RISTANTO,S.Pd CGP ANGKATAN 4 SDN GONGGANG 3 KABUPATEN MAGETAN Nama Program : Program Entrepreneur Days di SDN Gonggang 3 ...